Aktivitas
penangkapan ikan di Indonesia telah mendekati kondisi kritis, akibat tekanan
penangkapan dan tingginya kompetisi antar alat tangkap dan telah menyebabkan
menipisnya stok sumberdaya ikan. Sehingga nelayan mulai melakukan modifikasi
alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal termasuk
menggunakan teknologi penangkapan yang merusak (destruktif fishing) atau
tidak ramah lingkungan.
Kondisi
ini turut memberikan dampak negatif terhadap kawasan konservasi laut di
Indonesia yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati
laut beserta jenis fauna langka. Salah satunya dialami oleh perairan laut Pulau
Pombo di kabupaten Maluku Tengah provinsi Maluku, yang telah ditetapkan
pemerintah sebagai Kawasan Konsevasi sejak tahun 1973 melalui SK Menteri
Pertanian No.327/KPTS/Um/7/1973, dan mulai dimaksimalkan pengelolaannya pada tahun
1996 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 392/Kpts-VI/96 dengan status Cagar
Alam daratan seluas 2 ha dan Taman Wisata Laut seluas 998 ha.
Pulau
Pombo adalah pulau yang tidak berpenghuni dan sejak dahulu dimanfaatkan sebagai
tempat wisata, mencari ikan dan kerang-kerangan (bameti) serta tempat berlabuh
nelayan saat melakukan penangkapan ikan. Walaupun telah ditetapkan sebagai
kawasan konservasi laut, namun aktivitas penangkapan ikan dan pengumpulan biota
laut di kawasan ini berlangsung pesat dengan menggunakan berbagai metode dan
teknologi penangkapan, termasuk pengoperasian alat tangkap merusak.
Evaluasi
dampak pengoperasian alat penangkap ikan minimal harus mampu menjawab tiga
dampak utama, yaitu : (1) dampak terhadap lingkungan, (2). dampak terhadap kelimpahan
sumberdaya dan (3) dampak terhadap target sumberdaya ikan. Sehingga dianggap
perlu melakukan identifikasi semua jenis alat tangkap yang beroperasi di
perairan pulau Pombo sebagai bahan informasi dalam upaya pengelolaan kawasan
Konservasi Laut pulau Pombo agar terhindar dari kerusakan.
Berikut
adalah 9 alat penangkapan ikan yang biasa dioperasikan didaerah Pulau Pombo
Provinsi Maluku :
Pancing Ulur (Hand Line)
Pancing Ulur (Hand Line)
Alat
penangkapan ikan yang memiliki prinsip penangkapan dengan memancing ikan target
sehingga terkait dengan mata pancing yang dirangkai dengan tali menggunakan
atau tanpa umpan
·
Jaring Insang Permukaan (Surface Gill
Net)
Alat
penangkapan ikan yang memiliki prinsip ikan yang tertangkap umumnya tersangkut
di bagian insang. Pengoperasiannya menggunakan pemberat pada bagian bawah
jaring dan bagian atasnya diberikan pelampung, sehingga tubuh jaring secara
keseluruhan berdiri tegak di dalam perairan untuk bisa menghadang gerombolan
ikan.
·
Jaring Insang Dasar (Bottom Gill Net)
Alat
tangkap yang ramah lingkungan dengan memenuhi 6 dari 8 indikator alat tangkap
ramah lingkungan, dimana tidak menangkap ikan berkualitas tinggi karena ikan
yang terjerat jika dibiarkan lama akan mati sehingga menurunkan kesegaran ikan.
Kelebihan alat tangkap ini adalah bersifat menetap, sehingga jika ditinjau dari
aspek ramah lingkungan tidak merusak karang secara meluas.
·
Jala Tebar (Casting Net)
Jala
relatif tergolong alat tangkap yang merusak dengan hanya memenuhi 5 dari 8
indikator alat tangkap ramah lingkungan. Meskipun alat tangkap ini memiliki
hasil tangkapan sampingan rendah karena ukuran mata jaring yang digunakan
disesuaikan dengan ikan target penangkapan, namun alat tangkap ini akan bisanya
menangkap biota laut langka yang di lindungi seperti penyu dan dugong yang tanpa
sengaja terjerat jaring sehingga dinilai tidak memiliki selektif tinggi.
·
Bubu (Trap)
Alat
tangkap ini terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk empat persegi panjang dan
memiliki satu pintu. Alat tangkap ini bersifat menetap sehingga tidak merusak
karang secara meluas, namun akan berbahaya jika dioperasikan dalam jumlah yang
banyak.
·
Bameti (Alat Pengumpul)
Alat
pengumpul moluska yang biasanya berupa parang dan linggis atau benda keras
lainnnya untuk mencungkil moluska yang menempel.
·
Potas (Obat Bius)
Potas
(potasium cyanide) didapatkan nelayan setempat dari para pengusaha atau
pedagang pengumpul ikan karang hias. Penggunaan potas untuk mendapatkan ikan
karang hidup dan tanpa cacat. Dengan cara menyemprotkan potas ke arah terumbu
karang yang menjadi tempat bersembunyinya ikan, sehingga ikan mengalami pusing
dan penangkapannya lebih mudah. Namun cara ini, sangat merusak terumbu karang
karena penyemprotan potassium cyanida menyebabkan hewan karang mengalami
stress dan mati. Bahkan ikan hasil tangkapan menggunakan potasium cyanida akan
mempengaruhi kesehatan manusia jika dibeli dalam keadaan mati, karena ikan yang
mati menyimpan bahan kimia beracun dalam tubuhnya yang tidak sempat dikeluarkan
melalui proses metabolisme.
·
Bahan Peledak (Blast Fishing)
Bom
terbuat dari bubuk mesiu bekas peninggalam perang dunia II yang tidak meledak,
dan berkembang dengan menggunakan bom botol (bom molotov) yang dibuat dengan
mencampurkan bahan kimia.
pancing ulur atau hand line, kenapa pembahasannya gill net...!!! maaf sebelumnya....
BalasHapussalam bahari.....
Maaf kak itu harusnya tulisannya bold. Makasih atas koreksinya
Hapus